Rabu, 10 Februari 2010
Kepemimpinan adalah ruh
Artikel ini adalah ungkapan sebuah kebersahajaan ilmu belaka, bukan untuk menampilkan sebuah konsep/pemikiran baru. Dan bagi pembaca yang tidak sependapat dengan artikel ini tidak salah baginya, dan kami akan membenarkan pandangan ilmu yang disampaikan tersebut walaupun tidak meski membenarkan pribadi yang menyampaikannya. Tulisan ini membingungkan oleh karena ditulis oleh orang bingung yang menebar kebingungan agar tidak bingung sendirian. Tulisan ini menggambarkan apa yang sudah terang selama ini menjadi gelap dan tambah gelap. Maka bila tidak mau melihat yang gelap dari awal ya berhenti saja di sini, stop…jangan diteruskan. Ini tulisan dibuat agar tidak serius melihat permasalahan dunia ini dan tidak menyepelekan sekecil apapun amanah di tangan kita. Ini tulisan juga ndak minta dianggap benar adanya, tapi hanyalah sebuah upaya untuk memberi sisi renungan belaka. Tulisan ini tidak selalu sejalan dengan akal oleh karena penulisnya lebih banyak pakai mimpinya hati belaka…, so…..akal lagi istirahat khan. Kelakar dalam tulisan ini juga bukan untuk meremehkan sesuatu masalah akan tetapi sebuah pandangan lain ternyata dalam keseriusan itu sendiri ada sisi belum bersungguh-sungguhnya diri. Dan kami akan belajar/berusaha bersungguh-sungguh dalam tulisan ini walaupun sadar sedang mengerjakan sesuatu yang tidak sesungguhnya. Tulisan ini bukan sok nasehati akan tetapi siapa yang tidak mau hidupnya lebih baik melalui sesuatu nasehat yang pahit. Tulisan ini pandangan jarak jauh orang gunung belaka pada subyek orang dataran. Penulisnya adalah orang gunung yang jauh dari dataran sehingga dari ketinggian di gunung terlihat orang-orang dataran itu bak semut saja..meraba-raba….. Tulisan ini tidak juga minta dikomentari oleh karena tulisan ini sendiri sudah komentar. Tulisan ini boleh dikomentari sesuka hati agar bila ada dosa dalam penulisan ini bisa dikoreksi. Tulisan ini tidak bertendensi apa-apa kecuali tendesius. Tulisan ini tidak dalam rangka mencari pujian kecuali ketulusan.
Perspektif orang gunung
Walaupun sebagai orang gunung kami belakangan mengalami suatu keprihatinan yang dalam melihat situasi carut-marutnya tatanan berbangsa dan bernegara di dataran Indonesia saat ini. Rasanya banyak muncul permasalahan yang tidak sebanding dengan kecepatan menyelesaikan masalah.
Kami coba urun rembug dalam analisa dan mempercepat proses perbaikan di lingkungan dataran negeri ini. Kenapa?, karena sehebat apapun potensi sebuah negara hanya sumber daya manusia yang menjadi kuncinya. Ada dua sudut pandang dari sisi manusianya.
Yang pertama dilihat dari sisi yang dipimpin/rakyat/umat. Analisa dari sisi teknis kurang ini dan itu, dari sisi kedisiplinan kurang ini dan itu, dari sisi budaya kerja kurang ini dan itu dan lain-lain. Maka tak akan habis cerita dan analisa kekurangannya apabila dianalisa kekurangannya belaka. Dan mungkin untuk analisa masalah ini dan itu sudah merupakan job tersendiri dalam perspektif orang dataran tersebut.
Yang kedua adalah dari sisi pemimpin. Hal yang paling mudah dilakukan pemimpin saat menjabat adalah melakukan tindakan analisa bahwa yang tidak beres adalah kelompok rakyat/makmum. Itu suatu hal yang paling mudah dilakukan, ditambah konsep ini dan itu maka sudah tergambar nantinya yang akan menjadi kambing hitam kegagalan dirinya sebagai pemimpin adalah lemahnya pekerja/makmumnya. Dan konsep inilah yang saat ini sangat laku dijual di negeri ini. Kenapa?, karena mereka punya ilmu yang sama. Dan inilah eranya pemimpin konsep atau pemimpin kertas atau macan forum atau macan rapat. Bagai anak-anak memerankan diri sebagai panglima perang dalam ‘video-game-perang’.
Pemimpin dalam ruh penghancur
Ditunjuknya seorang pemimpin adalah amanah untuk membenahi kekurangan dari yang dipimpin, bukan menganalisa dan menceritakan belaka trus….menyalahkan dan selesai. Bahwa sudah bukan saatnya lagi para pemimpin selalu melihat bahwa akar permasalahan selalu ada di tingkat makmum. Imam yang baik akan mendapatkan kepercayaan dari makmum dan makmum/rakyat yang baik harus percaya pada pemimpin/imam yang baik pula. Apapun yang dilakukan adalah untuk sebuah tujuan yang lebih baik. Dalam batas saling kontrol dalam suasana masyarakat yang elegan dan egaliter.
Walaupun demikian secara overall kami melihat bahwa lebih banyak kelemahan ada di tingkat kepemimpinan, terutama kapasitas kepemimpinan dalam hal eksekusi di lapangan. Banyak pemimpin dalam mengambil keputusan atau menyampaikan konsep begini dan begitu, akan tetapi disampaikan dalam ekspresi diri yang kurang meyakinkan. Tatapan mata nya ngambang mengkespresikan kurang menjiwai ruh perjuangan yang disampaikan. Pancaran ruh/kejiwaannya kosong melompong, dus ucapannya tak mampu menggetarkan hati/ruh makmum/rakyatnya. Alih-alih mampu menggetarkan hati/ruh rakyatnya….e.e.e….malah balik tergetar oleh ulah rakyatnya, pemimpin opo iki ???. Intonasi suaranya tidak dari sebuah kedalaman diri sehingga akan menguatkan keraguan ekspresi tatapan matanya. Ekspresi ragawinya bak deklamator anak taman kanak-kanak so… nampak lucu dan menggemaskan…….sayang sudah tua bangkotan jadi konyol. Ekspresi pembawaan diri dalam kepemimpinan sehari-hari adalah tidak tenang, suka mengeluh, mulutnya mengecap: ccap..cep…ahhh dll. Dan perlu diingat bahwa aura diri yang dibawakan oleh pemimpin tersebut suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar, mau tidak mau akan memancarkan aura kejiwaannya pada lingkungan sekitarnya.
Kasihan makmum/rakyat nya yang selalu diminta menatap keseharian ekspresi pemimpinnya yang suka melotot, gontok-gontokan, teriak-teriakan, hardik-hardikan, suka ngemop.., akan memancarkan anak panah api ke hati yang melihat/menyaksiakan yang nota bene adalah rakyat. Kasihan rakyat yang sudah banyak didera kesulitan hidup jangan sampai ditambah lagi dengan pancaran api dan gelapnya dirimu pemimpin. Dus keberadaan pemimpin akan menambah kelelahan ruh bagi rakyat belaka.
Kalau ada konsep ini dan itu maka akan secepatnya rame-rame bikin konsep ini dan itu, padahal tidak menjiwai konsep tersebut. Maka apapun yang dilakukakan seperti penuh keraguan, mulut komat-kamit tapi ekspresinya penuh keraguan. Dan keraguan inilah yang akan menjalar. Dan bila dibiarkan akan terus menjadi bola salju yang akan melibas apapun yang ada didepannya.
Silahkan berantem diantara kamu saja , bagi rakyat cukup sudah. Jangan bawa-bawa nama rakyat. Apapun yang engkau tunjukkan kepada kami saat ini cukuplah, cukuplah kelelahan kami ini dari capeknya kami menghadapi perjuangan untuk mempertahan kehidupan kami dan jangan ditambah lagi dari pancaran apimu yang penuh nafsu. Dan jangan libatkan kami…..cukuplah pertunjukan melototnya mata itu dari sinetron/tv anak negeri ini saja, dan itupun sumbernya dari kamu semua para pemimpin. Sadarlah pemimpin NUR dirimulah yang mewarnai ini semua jangan coba…mengelak… Apapun yang engkau buat hanya seolah belaka kecuali engkau dalam rangka menegakkan diri di hadapan sang Khalik-mu. Dan setelah dalam sekian lama kepemimpinannya maka rakyat/makmum/pekerja yang mirip dengan ruh/kejiwaan pemimpin tersebut. Ndak ada yang sadar bahwa hal tersebut adalah konsekuensi belaka dari seorang imam/pemimpin terhadap makmum/rakyatnya.
Maka kami melihat kondisi saat ini tidak lebih dari kekosongan atau menipisnya ruh diri pemimpin. Atau istilah tuanya China adalah aura leadership.
Pemimpin dalam ruh pembangun
Dibutuhkan pemimpin yang tegar, tawakal dan jujur……..bukan pemimpin cengeng, mudah mengeluh, suka curhat, culas dan tidak percaya diri. Ciri-ciri percaya diri adalah tidak suka banyak teori dan omong……..sebuah mimpi maka rakyat/makmum akan mendapatkan pancaran kesejukkan/ketenangan/ketawakalan/kebersahajaan dalam menghadapi perjalanan/perjuangan hidupnya. Keberadaanmu akan selalu memancarkan ruh kasih sayang yang akan menjadi bekal keperkasaan bagi rakyat dalam menghadapi perjuangan dalam kehidupan. Keperksaan akan terpancar dari pemimpin kepada rakyatnya…..Bila pemimpin dalam kesehariannya tidak amanah/mengambil tindakan terhadap ruh penghancur ya dia termasuk golongan pemimpin dalam ruh penghancur.
Ruh dalam memimpin
Kami mengambil contoh penyelesaian masalah dari sisi militer, dengan segala keterbatasan pengetahuan militer kami sebagai orang gunung……
Dari sisi militer seseorang akan nampak mana yang berjiwa seorang komando, dan mana yang berjiwa tipe bukan komando. Sekumpulan jendralpun akan nampak mana yang seorang jendral sejati/komando sejati dan mana yang hanya berpangkat jendral. Lebih tenang, tidak banyak bicara, tidak ada keluh kesah, keberadaanya membawa semangat/ruh juang dan mungkin sudah keluar menjadi jati diri “The Smiling General”.
Jendral akan mengambil tindakan dengan tenang bila ada pelanggaran disiplin sampai mangkirnya seorang prajurit.
Alkisah seorang jendral dan prajurit gagah yang banyak celoteh ngomelin “sang jendral”. Suatu saat mendekatlah jendral pada prajurit tersebut. Saat didepan jendral tsb, sang prajurit dengan mulut komat-kamit : “siap jendral…..siap jendral…….siap jendral….”. Hanya itulah yang mampu dikatakan prajurit ditambah jantungnya gemeretak serta kencing di celana. Itulah gambaran seorang jendral sejati yang menurut kami dibutuhkan oleh militer/negeri ini.
Dibutuhkan banyak jendral sejati dalam segala aspek kehidupan untuk negeri ini. Dibutuhkan ‘blegering” diri pemimpin sebagai manusia biasa yang mampu memancarkan ruh/NUR bagi rakyatnya. itulah kelompok implementer, bukan sekedar konseptor atau designer atau observer atau orator ……Dibutuhkan pemimpin dalam ruh yang mampu memimpin ruh-ruh yang lain di negeri ini… Dan smoga goro-goro yang melelahkan umat saat ini lekas beranjak dari dataran negeri ini…….amin……
Selamat berjuang menuju ruh pemimpinmu
Wassalam
Indramayu, Pebruari 2010
Dari orang gunung
Dalam gelap gua hantu
Sarasehan jin, manusia dan pertapa gua hantu
Peradaban perut:
Kisah dimulai dari penduduk strata tertentu yang selalu bilang dalam keadaan lapaaaaaaaar melulu walaupun perutnya penuh sesak oleh makanan. Seiap hari mereka berorientasi bagaimana memenuhi perut yang selalu lapar belaka. Jadilah perut tersebut sebagai komoditas utama dalam perbincangan sehari-hari kehidupan negeri tersebut. Yang heboh adalah perbincangan seputar perut dan barang siapa yang bisa memenuhi perut dengan makanan pilihan maka dijamin akan bahagia, tenang dsb dsb.
Maka berlomba-lomba mereka mempertontonkan hasil perjuangan dan jerih payahnya bagi yg telah berhasil. Apapun itu dimana-mana mereka memperlihatkan perutnya yang buncit dan jalannya yang ekeh-ekeh (kata si orang jawa). Setiap melangkah yang pertama dilihat adalah perutnya yang merupakan lambing kemakmurannya, ya sesekali ya kesandung kerikil lha wong jalanya ketutup oleh buncit perutnya ya mau apa….
Pada saat umur sudah mulai menginjak 40-an mulailah perbincangan itu beralih ke bagaimana mengelola perut yang buncit ini. Mulailah sarasehan, bahwa hari ini telah diketemukan suatu obat yang mampu meluruhkan isi perut. Ada yang minum obat pelangsing bagi yang pas-pasan dan ada yang sampai sedot lemak bagi yang ilmunya tinggi serta didukung oleh kantong yang tebal… Yang jelas semua berlomba menurunkan muatan perut, masih ada joget/tari perut dan jadilah peradaban di kelompok ini yang mempermasalahkan perut dan bagimana mengelola perut. Maka sebut saja telah berkembang peradaban perut di kelompok dalam negeri belingsatan ini.
Peradaban ilmu
Di suatu kelompok masyarakat belingsatan juga terkumpulah persatuan orang yang sopan, santun dan terpelihara serta tertata dalam pergaulan masyarakatnya. Adem ayem kehidupan di situ sambil mereka sesekali mencibir masyarakat kelompok lain dengan mengatakan bahwa mereka bukan manusia yang mengenal peradaban ‘ilmu’. Tutur katanya selalu terpuji, setiap ucapan harus melalui kaidah yang sudah dibakukan dan barang siapa yang melanggar ya tanpa ampun harus rela dikeluarkan dari kelompok masyarakat peradaban ini. Sangat jarang terjadi tapi ya sesekali meski terjadi dan selalu menjadi tontonan menarik dalam jagad pewayangan negeri tersebut. Mereka telah berhasil menciptakan ilmu pasar, siapapun yang mau menguasai pasar ya harus belajar ilmu pasar. Mereka menguasai ilmu manajemen dan barang siapa yang mau jadi manejer ya harus menguasai ilmu manejemen. Mereka mengusai ilmu perang, sihir, kecantikan, kebudayaan, dan segala ilmu dunia dikuasai dan hasilnya memang luar biasa. Maka mereka berlomba-lomba menguasai ilmu dunia karena ingin menguasai dunia.
Karena persaingan yang begitu ketat dalam rangka menguasai dunia maka terjadilah peperangan jagad perwayangan dunia yang nampak rumit dan sengit serta licik yang penting bisa menguasai dunia pewayangannya. Dan setelah mereka menguasai dunianya maka mulailah perang ke dunia lain, pakai istilah mereka: diversifikasi-lah. Keberhasilan sebuah strategi yang telah diterapkan selama ini digodok dan dipoles sana-sini untuk menghadapi lawan-lawan periode berikutnya. Dan satu persatu rontoklah pasukannya oleh karena lawan telah merubah strategi dan penyakit pahlawan atau orang sukses pasti memakai strategi yang sama untuk mengulang kesuksesannya. Ndak salah lah memang selama ini telah terhasil dengan gilang gemilang. Di saat menghadapi kekalutan situasi tata Negara yang kacau akan kalah perang datanglah tamu penguasa yang tak diundang yaitu yang namanya sakit. Dan saudara dekat sakit itu adalah mati. Habislah kekuatan yang selama ini dibanggakan pada saat itu. Apa daya runtuhlah secara perlahan dan pasti sang raja mulai ditinggal mati para prajurit yang kalah perang dan gemetar hatinya menghadapi sakit dan saudara dekatnya. Akhirnya si penguasa mati oleh ketakutan karena sakit. Dan pada saat itulah saudara dan anaknya pada takut datang oleh karena takut ketularan penyakitnya atau kena pancaran aura kematian yang akan mematikan kerajaanya. Jadi bergidik ya…………
Peradaban gelap/bingung
Alkisah pada saat itu telah padam nur jatidiri manusia di muka bumi, sesuatu yang nampak terang benderang malahSetiap hari selalu datang dalam keadaan yang siap memberantas bingung dan saat yang sama menebar bingung. Ucapannya meyakinkan untuk membawa manusia keluar dari kebingungan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya pancaran auranya malah menambah kebingungan yang dinasehati.Gamblang terpancar dari sekujur tubuhnya memancarkan kebingungan yang nyata. Anginya kecil tapi dibesar-besarkan, malah ndak punya angin kecuali saat kentut. Apinya kecil kebat-kebit mau mati tapi disembur-semburkan agar nampak nggegirisi, padahal jadi lucu. Air juga ndak punya maka waktu menyemburkan api kepanasan sendiri makanya jadi konyol. Tanah di bumi luas tersedia tapi ndak dipakai untuk menapakkan kakinya. Ya akhirnya kepontang panting oleh angin puting susu belaka……. Semakin tajam ucapannya dan semangatnya malah menunjukkan semakin menunjukkan kehampaan belaka. Dengan menyebut menurut ini dan itu bukankah menunjukkan tidak tahunya dirijatinya.Dan kalaulah dipikir-pikir malah membagi-bagikan dan menebar kebingungan dalam dirinya.
Padepokan pertapa gua hantu
Pada saat jin datang ke pertapa gua hantu, pertapa kaget juga karena selama ini tidak belajar ilmu jin atau sebangsa yang tidak nampaklah kecuali melihat tayangan ‘penampakan’ di tv Indonesia saja. Pertanyaan yang diajukan jin adalah : pertapa, negeri kami ini lagi banyak dikunjungi manusia yang banyak nanya ini dan itu, minta nasehat dan serta bimbingan, lebih parah lagi bangsa kami ini seperti di jadikan pemimpin bagi manusia?? Semestinya aku ini mencari imam pada manusia dan aku suka iri manusia itu punya jazad kasar itu. Lah kok aneh mereka pada berguru pada bangsa kami jin….Sebetulnya ini lagi ada apa pertapa negeri manusia-mu itu pertapa?? Lha kok kowe juga bertapa di gua hantu itu bagaimana ceritane??
Ehhh ehh jin aku jawab aku bertapa di gua hantu itu untuk melihat ilmunya hantu juga , dan kenapa kok manusia sekarang pada takut pada yang namanya hantu. Padahal semestinya yang takut adalah hantunya pada manusia itulah yang meski aku selidiki sehingga aku meski masuk ke gua hantu itu. Ada dua kemungkinan, yang pertama hantunya tambah ilmunya semakin tinggi atau perguruan ilmu hantu sudah sedemikian pesatnya dan manusia tertinggal dalam hal takut menakuti. Yang kedua adalah manusia turun ilmunya atau kehilangan ilmu manusianya yang meski tetap dipegang teguh dsb dsb. Ahhh hasil selama investigasi masuk ke gua hantu kesimpulan akhirnya adalah manusia telah meninggalkan ilmu manusianya yang merupakan jatidiri manusia yaitu manusia sebagai makhluk halus dalam ruhaninya dan manusia sebagai makhluk kasar dalam ragawinya. Yang satu menekuni ruhaninya belaka yang kebablasan terus akhirnya ketemu ilmunya jin karena melupakan ragawine. Yang lain menekuni ilmu ragawine belaka dan berakhir dalam hedonisme (kata orang beradab) bahwa sesuatu hanya dilihat dari raga kasar belaka. Ilmu olah tubuh belaka. Atau ilmu olah jiwa belaka. Kedua-duanya pada keblinger lan bingung yang ndak karuan ujung pangkalnya.
Para penuntut ilmu dari pertapa gua hantu, manusia itu jatidirinya ya wujudnya yang kasar sekaligus rukhaninya yang halus. Setiap sesuatu apapun yang akan dilakukan ya meski dalam rangka memegang amanah keduanya, ambil soal makan apakah ini bermanfaat dan dibutuhkan untuk badan atau sekedar untuk memenuhi keinginan belaka. Waktu makan makanan yang sehat sekalipun bila cara mendapatkan dari cara yang ndak halal maka tergetarlah hatinya saat suap demi suap makanan masuk ke dalam mulutnya. Jadilah yang pasti penyakit. Ya dunia ya akhirat begitulah kata pak ustadnya.
Suatu saat pertapa ditelpon oleh seorang pejuang wanita: aku ini dan anak-anak sudah kasih tahu ke suami bahwa tidak mau dibawakan atau diberikan oleh-oleh atau apalah yang dari sesuatu yang meragukan apalagi yang haram. Tapi sang suami bilang tenanglah istri bahwa ‘abang’ bisa dan ndak apa-apa wong Cuma gitu aja kok …. Abang bisa bawain yang lebih dari ini… dan saya marah pertapa ke suami ndak…ndak… ndak ini barang haram saya ndak mau dan ndak minta. Walaupun karena kasihan akhirnya aku pakai juga baju dan oleh-oleh yang lain untuk anak-anak. Pertapa kenapa ini meski terjadi dan saya dapat suami seperti dia.
Pertapa mulai bicara: memang mulutmu tidak sedikitpun minta tapi setiap hari setiap saat kamu selalu memancarkan keinginan (eksplisit) dengan ngajak jalan-jalan suami ke baju-baju mahal yang itu bukan kapasitas suamimu. Kamu selalu bilang ini bagus dan itu indah tapi kamu selalu bilang cukup melihat saja. Pancaranmu lebih tajam daripada pisau mata belati di ulu hati suamimu, dan itulah yang setiap hari mengiris-iris suamimu……. Maka kamupun terhukum dalam kemunafikan???? Maka diamlah juga hatimu dalam tawakal…………..
Pada kesimpulan akhirnya lihatlah bahwa yang mempengaruhi manusia adalah pada apa yang dipancarkan oleh hatinya bukan apa yang diucapkan. Dan itu semua merupakan hasil perjuangan simultan manusia utuh lahir/jazad dan batin/ruhnya. Sampai disini tidak ada yang mampu menipu lagi, karena wujud/realita yang berbicara dan mulut akan sibuk membela diri belaka. Itulah maka pertapa mengajak kerabat semua ndak usah banyak gembar-gembor dengan mulut atau umbaran nafsu belaka mulailah belajar diam……
Yang menentukan akhir manusia adalah pada apa yang dipancarkan oleh hatinya……..jadilah nur dalam dirimu sendiri
Apakah yang engkau ekspresikan itu merupakan nur dirimu belaka maka engkau akan hemat bicara, kebalikannya bila engkau suka menceritakan yang engkau tahu maka itu seolah belaka alias pertanda gelapnya diri.
Senin, 28 Desember 2009
Harapan & Petani
Saat subuh telah tiba tak lama secercah sinar muncul dari timur
Yang membawa harapan akan ada dunia baru
Mimpi telah sirna meninggalkan rasa penasaran
Akankah jadi kenyataan
Aku ingin buktikan bahwa semalam bukan mimpi
Aku ingin buktikan bahwa semalam tanda kenyataan akan tiba
Kubersihkan ragaku sisa keringat semalam
Kubuka mata telah terhampar negeri terkaya di muka bumi
Begitulah aku bangun setiap pagi
Harapan menyongsong seiring tingginya matahari
Kuinjakkan kakiku melangkah dari beranda teras rumah
Setiap langkahku adalah seribu harap yang akan aku dapat
Tangan mulai bekerja sementara jiwaku tetap terjaga
Setiap gerak tanganku akan menghasilkan segenggam butiran emas
Setiap ayunan kakiku akan menghasilkan tanah harapan selebar langkahku
Sejauh aku memandang hanya terlihat lautan mutiara
Matahari telah tinggi
Terlalu panas untuk didekati
Terlalu dingin untuk dijauhi
Engkau dekati aku sesiang saja
Engkau jauhi aku semalam saja
Walau kadang siangku kurang panjang
Walau kadang malammu terasa mencekam
Tetapi aku tetap harap bersamamu
Dalam setiap kali menghembus dan menghela nafas
Sekali hembusan nafasku telah membawaku ke cakrawala
Terbang bersama angin menggapai awan
Bercengkerama bersama burung ceria
Menggapai janji bersama merpati
Sekali menghela nafas terhempas aku kebumi
Bersama hujan
Bersama badai
Yang membuat aku tegar
Di kedinginan hujan dalam terpaan angin
Di ssiang yang temaram oleh hujan
Aku tak hiraukan
Seolah aku dalam belaian kasih sayang
Yang membisik pelan , aku selalu bersamamu matahariku
Aku hampiri cangkul garuk
Aku belai kasih bumi yang empuk
Aku tanam rerumputan
Aku tanam pepohonan
Aku tanam yang kumakan
Aku tanam walau hanya kupandang di taman
Aku sentuhkan tangan jiwaku
Hingga diapun dengan riang selalu menungguku setiap hari
Bila tak datang aku titipkan pada burung kumbang dan kupu
Hari-hari menunggu hingga tiba waktu
Aku tunai hasil keringat bersama
Aku petik bunga buah hati
Tidak peduli sekelilingku mulai menggeliat
Walau peluh telah mengucur membasuh bumi
Juga pengap penat dahaga dan bau tubuh tak sedap
Kepersembahkan untuk isteri sanak famili handai taulan
Aku lihat ceria mereka menikmati
Hingga aku lupa semua derita yang kudapat
Pesta kecil telah berlalu di keluargaku
Bukan dongeng dari negeri karangan
Malam telah larut mata mulai terpejam
Jiwaku melanglang buana
Diantara bintang
Dikesunyian malam
Aku pulas dalam pelukan sang bulan
Diiringi selalu nyanyian rindu
Aku tetap bersama bulan
Semoga sampai di keabadian waktu
Pertapa gua hantu, th 2000
Manusia dan Jati
Lamanya tak terhitung dalam waktu
Dekatnya tak tersentuh oleh rabaan
Sesampainyapun tak berjumpa
Ceritanyapun tak bergambar
Keindahannya tak terpandang indera dan tak terperikan dalam cerita.
Tak ada warna tak ada rupa
Tak sesuatupun kecuali semuanya sesuatu.
Yang ada hanya cerita awal dan akhir saja
Duhai bayi,
Diawali turun ke bumi dengan raga yang terbungkus oleh jiwa suci
Berselimut sutra surgawi
Berbantalkan permadani surga
Telah meninggalkan lembutnya belaian kasih dan sayang jiwa ibumu
Dengan mata malu-malu, ragu, sesal melihat dunia.
Maka tangislah yang pertama dilantunkannya untuk dunia
Akan tetapi disambutnya dengan riang oleh manusia yang berbalut nafsu.
Wahai manusia
Tidakkah engkau tegarkan jiwanya yang ragu dan sesal dalam menatap dunia
Kenapa engkau malah tertawa
Apakah tanda engkau telah mendapat kawan untuk bersama.
Duhai manusia
Engkau telah salah dalam menyambut bersihnya raga yang terbungkus oleh jiwa suci.
Setiap tangisnya adalah penyesalan kenapa meski aku terlahir ke dunia
Karena aku tahu tak akan mampu menantang dunia bersamamu, bisiknya
Bilakah menjumpai tangisnya hentilah semua nafsumu
Tegakah engkau menimangnya dalam buaian nafsu yang membelenggu ragamu.
Selimutkan jiwamu untuk membawa dia di dalam tegar dunia
Sebagai pelipur lara, akupun tak hendak lahir ke dunia ini bayiku
Akupun tak kuasa menjawab tanyamu
Kenapa aku mesti lahir ke dunia
Duhai manusia
Bila dirimu tidak mengertinya
Maka sebuah tanda bagimu
Akan mengakhiri dunia ini dalam jiwa nestapa duka lara dosa sesal derita
Dalam belenggu serpihan selimut nafsu belaka
Duhai bayi
Malam demi malam engkau lalui sendirian
Tanpa seorangpun berusaha mengerti jiwamu
Tidak saudara dan handai taulanmu
Tidak juga yang melahirkanmu
Engkau lahir langsung merasakan pahitnya dunia
Tanpa bimbingan jiwamu kecuali ragamu yang diperhatikan
Bila engkau menangis hanya dilihatnya botol susu sapimu telah habis
Dan kalaulah masih ada maka dikiranya engkau terganggu tidurmu
Dihentikanlah sementara kegaduhan sampai engkau terbiasa menerima seperti mereka
Bila engkau bangun malam dikiranya engkau kencing tanda popok minta digantinya
Bila mampu popokmu dibikinkan pabrik untuk seharian
Tidak tahu kesepian jiwamu yang sendirian
Tidak pula sebagai pertanda untuk menemani jiwamu
Bila engkau diam dikiranya engkau tidak respon keadaan
Dicarikanlah dokter ahli agar engkau banyak ulah ragawi belaka
Diberinya engkau minuman susu sapi agar gagah berani ragawimu nanti
Tak peduli engkau nanti akan jadi dungu keadaan
Asal bukan susu kuda liar yang membuat ayahmu jadi binal
Bilakah engkau rewel hanya dikiranya ada sesajian yang kurang
Dicarinya semua penjuru kampung tabib dan segala penjuru kota dokter yang mengerti
Maka engkau diberi mantera sang tabib untuk mengusir setan yang tak akan pernah bisa menjauhimu
Dan didatangkannya obat oleh dokter untuk membungkam perangaimu yang tidak menidurkan semalam
Duhai kanak,
Ragamu engkau peliharakan dalam ceria lucu jenaka
Jiwamu yang indah sebagai terlihat dalam lakumu dalam tawamu dalam bicaramu dalam senyummu dalam tidurmu
Yang membuatmu indah dalam setiap jiwa yang memandangmu yang memeliharakanmu
Bukankah kecilnya Musa dan musa mampu melengahkan Fir’aun dan fir’aun yang berkuasa dalam balutan nafsu belaka
Sebaliknya engkau bagai secepat mata memejam dalam memberi tanda tak suka bila yang melihatmu yang memeliharakanmu tidak berada dalam jiwa kasihmu.
Duhai manusia,
Engkau buat dirimu merasa banyak ilmu engkau buat dirimu indah engkau buat dirimu jenaka engkau buat dirimu bijak engkau buat dirimu berperangai
Tetapi kenapa hanya untuk menutupi jiwamu yang telah tercabik oleh nafsumu
Tidakkah engkau lihat dalam indahnya pakaianmu itu hanya untuk menutup sisi jiwa burukmu
Tidakkah engkau lihat ragamu yang cedik pandai hanya untuk menutup sisi jiwamu yang licik dan dungu
Matamu yang melihat tajam tidak membantu mata jiwamu yang mulai rabun bahkan buta
Pendengaran tajammu malah melupakan rintihan jiwamu yang sekarat
Bahkan jiwamu telah mati pada saat engkau mulai merasakan hidupnya dunia
Hari-hari tersisa hanya untuk mendengar rintihan raga dalam balutan jiwamu yang telah sekarat
Engkau hanya hidup dari sisa nafsumu
Maka engkau menciptakan neraka bagi dirimu
Engkau pikir hanya ragamu yang ada
Engkau ikuti kehendak nafsu raga untuk membunuh jiwa
Jiwamu engkau tinggal untuk panggilan nafsu ragawi
Engkau pikir semua akan selesai dengan ragamu yang gagah
Bagaimana dengan jiwamu yang merintih kepedihan
Semakin engkau merasa berada dalam kecukupan ragamu semakin engkau berada jauh dari kecukupan jiwamu
Semakin engkau merasa berada dalam kekuasaan semakin jiwamu tak ada kuasa atas ragamu
Duhai manusia
Tidakkah engkau lihat jiwamu yang telah mati terbakar oleh nafsumu
Hari kematian jiwamu telah datang walau belum hari kematian ragamu
Walaupun jiwamu tetap akan setia menunggu sampai waktu
Tidakkah engkau lihat jiwamu merintih didalam senang ragamu
Tidakkah engkau lihat kesetiaan jiwamu, di dalam senang dan susahmu
Bukankah itu menunjukkah kuasa Yang Maha Pengasih dan Penyayang belaka
Ingat jiwamu
Jiwamu akan selalu hidup dalam tidurmu
Yang masih tegar di saat sakit ragamu
Walau engkau menyakiti jiwamu saat sehat ragamu
Tidakkah engkau lihat jiwamu selalu memberi hidup dalam sekarat ragamu
Hari hari engkau selalu lupakan jiwamu
Bilakah hanya ingat hingga datang kematian ragamu untuk menjemput keabadian jiwamu
Bila engkau telah meninggalkan raga yang fana
Maka jiwamu akan hidup terus dalam kekal dan sesal
Dan bilalah engkau mengerti cerita ini mesti engkau akan bertanya
Ada apa dengan diriku
Kemana aku meski menghindar
Kemana aku meski menuntut ilmu
Haruskah kucari sampai ujung bumi
Untuk tahu sampai ketemu ilmu
Engkau mesti tidak mengejarnya untuk memenuhi nafsu belaka
Dan tak juga diam menunggu seperti si dungu
Oleh karena jalan menuntut ilmu itu termasuk ilmu
Dan bagi engkau manusia yang merasa berilmu
Sesungguhnya tiada berilmu
Dan bagi yang merasa sang guru
Sesungguhnya engkau bukan guru
Dan tidaklah setiap ilmu yang engkau berikan akan bermanfaat
Oleh karena hauspun tidak harus minum bagi ilmu
Airpun tidak harus bagi yang kehausan
Tetapi berikan air bagi kehidupan
Dan ilmu bagi engkau yang mencari ilmu
Dan bagi yang mencari ilmu
Lepaskan semua pakianmu
Lihatlah jiwamu yang tanpa busana
Walau pincang kakimu sebelah
Walau bopeng bekas luka
Walau tercoreng cacat muka
Meski engkau berusaha menutup pandang
Tak ada sempurna mata jiwamu menatap
Selama jiwamu seperti terlihat dalam pandanganmu
Tetapi kenapa musti engkau hina diri
Bagaimana mesti menambal luka bila semua engkau tutup dalam pertunjukan sempurnanya raga yang perkasa
Walau aku tahu jiwa pincang sebagai terlihat gontai dalam hidupmu
Bagaimana mesti memandikan jiwamu yang kau tutupi walau jiwamu berdebu penuh lumpur berbau
Air suci mesti tahu diri tak akan menyentuh jiwa yang berbungkus nafsu
Bagaimana hendak menjahit pakaian surgawi untuk jiwamu meski mandipun tak mau
Dan bagi yang mencari ilmu
Sudahlah engkau lihat utuh jiwamu
Hingga engkau tahu cacat semua
Itulah jiwa diri sejati
Yang mesti engkau terima
Walau engkau tak menyukainya
Itulah jiwa yang membungkus ragamu
Biarlah tanpa busana supaya engkau mudah merawatnya bagai bayi
Mandikanlah agar engkau tak berbau
Walau kulitmu sudah setebal lembu
Hingga susah memandikan
Walau belum ada pakaian
Berikanlah kesempatan jiwamu untuk hidup
Walau akan terasing dari dunia
Hingga engkau serasa bayi lahir kembali
Serasa tidak berilmu, tak berbusana
walau penuh lumpur nafsu dan dosa
Itulah awal sikap berilmu
Dan bergurulah pada sang guru sejati
Yang merasa tidak tahu dan yang tidak merasa tahu
Yang tidak menunjukkan ilmu itu tinggi atau rendah
Yang tidak menyalahkan pada yang menyalahkan
Yang tidak pula membenarkan pada yang membenarkan
Yang merasa tak berilmu dan tidak merasa berilmu
Yang merasa tidak menggurui dan tidak merasa menggurui
Dan tidak pernah menyalahkan bila salah
Dan tidak pernah membenarkan bila benar
Yang tidak pernah mencari pengikut
Yang tidak merasa pintar
Yang tidak merasa bodoh
Yang selalu kasih
Yang tidak pula pilih kasih
Tidak pernah menunjukkan satu-satunya jalan kebenaran
Tidak pernah menyalahkan jalan-jalan yang salah
Tidak pernah pula membenarkan jalan yang dibenarkan
Yang tidak pernah menunjukkan awal perjalanan
Yang tidak pernah menunjukkan akhir perjalanan
Yang hanya menerima bahwa semua itu jalan
Tidak pernah banyak berkata
Tidak pernah banyak bicara
Tidak pernah berdusta
Yang juga memaklumimu
Walau tahu kesalahanmu
Yang tidak juga mendukungmu
Walau tahu kebenaranmu
Walau seolah sang guru diam
Bila sampai waktu bagi sang guru
Didatangkan terkadang kejam dan keras kehidupan
Bagi jiwamu agar tegar dalam hidupmu
Bukankah itu tanda kasih dan sayang
Yang selalu kasih pada jiwamu
Walau tak terlihat pada ragamu
Yang diam melihat perbuatanmu
Dimana ilmu bisa ketemu
Tak ada tempat untuk mencari
Tak ada waktu untuk menunggu
Jangan sampai sadar terlambat waktu
Sampai datang keabadian menjemputmu
Walau benar bersama sang guru adanya
Ternyata engkau sudah tinggalkan dunia
Yang bila mendapatkan maka tidak merasa mendapatkan
Dan bila merasa mendapatkan maka tak mendapatkan
Dimana saat engkau baru hidup dalam balutan jiwa
Yang berselimut sutra surgawi
Yang siap kapan saja kembali
Pada tempat semuanya bermula dan semuanya berakhir
Pertapa gua hantu, th 2000
Senin, 21 Desember 2009
Madu jati menjual madu
Dapat kontak kami via E-mail : madujati065@gmail.com
Madu dan Kuantum
Kuantum dan peradaban .
Dalam pendidikan pada umumnya kita diajarkan untuk menilai suatu benda dengan sebuah tolok ukur yang bisa dipertanggungjawabkan, begitulah kata peradaban saat ini mengajarkan kita dalam keseharian hidup di muka bumi ini.
Bagaimana kualitasnya?
Berapa kuantitasnya? (baca jumlahnya)
Bahwa kita dihadapkan pada dunia kebendaan atau yang dibendakan yang harus bisa diukur dalam relatifitas kualitas dan kuantitas belaka?
Salahkah pola deskipsi (menggambarkan) yang demikian?
Rasanya ndak juga
Akan tetapi apakah sudah benar?
Rasanya tidak perlu dibenarkan karena belum tentu mampu mewakili nilai sebuah benda atau yang dibendakan tadi
Cukupkah metode penilaian kualitas dan kuantitas tadi mewakili nilai kebendaan????
Rasanya tidak akan pernah cukup, kesadaran akan apa kekurangan yang telah kita lakukan lebih bernilai daripada kebenaran nilai itu sendiri
Intan dan karbon
Intan dan karbon (arang) adalah sebuah benda yang tersusun dari unsur sama yaitu: karbon…………. terus apa yang bisa membedakan intan dan karbon????????
Intan adalah susunan karbon yang telah berproses sedemikian rupa di alam semesta dalam ruang dan waktu (perlu jutaan tahun??) yang tidak akan dapat ditiru dengan rekayasa belaka.
Andaikan untuk meningkatkan kualitas intan tadi dibakar apa yang terjadi???
Sia2lah proses yang telah dilakukan oleh alam tadi
Yang mampu memberi nilai intan hanya orang yang telah kuantum dengan ruhnya intan
Setali tiga uang bila menilai mutiara , emas dan logam mulia dsb
Madu dan gulaMadu adalah suatu proses alam sedemikian rupa didapatkanlah madu dengan beragam kuantum
Andaikan untuk meningkatkan kualitas madu tadi dipanaskan apa yang terjadi???
Sia2lah proses yang telah dilakukan oleh alam tadi dalam menghasilkan sebuah kuantum madu??
Cukupkah nilai dari sebuah madu hanya dihitung pendekatan dari kuantitas dan kualitas gula madu belaka????
Dari dua contoh di atas menjelaskan bahwa semua proses alam adalah suatu proses kuantum yang pasti tidak bisa ditiru oleh proses rekayasa melalui penilaian dengan metode pendekatan kualitas dan kuantitas
Ingat bahwa reaksi alam (kuantum) berlangsung pada kondisi lingkungan sedangkan proses rekayasa berlangsung dalam kondisi rekayasa
Kuantum dalam diri manusia
Siapa yang sangka bahwa anggur yang telah disimpan puluhan tahun di gudang bawah tanah ternyata menghasilkan kuantum dalama citarasa yang tidak akan bisa didapatkan dengan rekayasa menembus kuantum waktu lampau
Inilah contoh kecerdasan manusia telah sampai pada pola alam dalam kuantum
Nah sekarang tinggal giliran pada manusianya sendiri apakah bisa memproses diri dengan rekayasa segala teori dunia, manejemen, leadership, segala teori di muka bumi sehingga bisa menghasilkan manusia superhero??? Dalam waktu sesingkat proses rekayasa (baca pelatihan, outbond dsb dsb)
Apakah fungsi waktu yang telah dilalui oleh manusia dan para pendahulunya akan dilupakan??? Apakah kematangan dalam diri manusia dengan mudah didapat melalui prses rekayasa belaka
Bila dijawab ya…mungkin inilah awal petaka akan datang bagi manusia
So seolah manusia akan semakin maju dan merasa paling maju dalam sejarah peradaban manusia akan tetapi pada kenyataannya????? Dijawab sendiri saja daripada diprotes lebih baik untuk bahan renungan belaka
Sudah jamak dalam keseharian bahwa kita sendiri tidak menghargai kuantum yang telah dilalui dengan tuanya kita dan dewasanya kita dengan cara suka menyanjung generasi muda seolah harapan dan akan lebih hebat dari generasi tua???? Anakku hebat, bapak dulu ndak sekolah. Kamu nak lebih hebat dari bapak dan ibu. Wah anak sekarang hebat2 pada gelar s1…s2…s3 masih muda2 lagi
Apa karyanya?????? beri mereka kesempatan untuk berkarya dan biarkan karyanya berbicara
Silahkan memberi semangat akan tetapi jauhkan dari sanjungan
Kuantum dalam diri manusia tidak pernah disadari dan dihayati sehingga seolah dunia baru akan lebih baik dengan munculnya generasi baru
Datangnya generasi baru yang tidak dilandasi oleh kuantum yang telah dicapai oleh generasi sebelumnya bagai membangun istana pasir belaka
Transfer nilai2 spirit dari generasi tua ke generasi muda tidak pernah dibakukan dan dianggap generasi muda mampu mencari dan mendapatkan kuantum yang telah dilalui oleh generasi tuanya.
Akan sangat disayangkan orangtuanya mampu mencapai tahap kuantum tertentu eh anaknya dibiarkan liar masuk belantara dunia tanpa pengarahan dan bimbingan
Itulah awal petaka
Apakah kematangan seseorang dapat diperoleh dengan cara instant penuh rekayasa????
Apakah berjalannya umur dengan bergam pengalaman hidup itu juga sesuatu yang tidak bisa dilalui dengan sebuah rekayasa pelatihan manajemen.
Dalam Islam manusia yang bernama Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi Nabi pada umur 25 tahun dan selanjutnya pada umur 40 tahun baru diangkat menjadi Rasul.
Itulah gambaran bahwa manusia yang sempurna dalam islam melalui tahapan yang tidak instant.
Bagaimana manusia sekarang
Kami hanya mengajak merenung bukan dalam rekayasa penampilan nampak cerdas
Bila masih ada yang berpretensi nampak cerdas adanya anda memang cerdas dan kalaulah demikian adanya yang memangnya mau diapakan to
Tulisan ini mungkin sulit dimengerti tapi ya ndak apalah
Akan muncul pretensi yang beragam …sok filosofis… sok agamis…sok elegan sok cerdas …sok-sok-an …. ya ndak apa2lah namanya juga manusia ya silahkan saja ndak usah takut menilai dan dinilai……..
Akan muncul kontroversi ya begitulah peradaban
Apa perlu ditanggapi? ya diterima saja ..ndak perlu disalahkan…apalagi dibenarkan adanya ……. lebih baik nanggapi lagunya mbah Surip………sambil diingat keelegan mbah Surip yang jauh dari rekayasa amin……..
Tak gendong kemana mana……..
Enak to dari pada bengong melompong lebih baik makan lontong sambel terooooooooooooong!!!!!!........ haaaaaa haaaa
Selamat jalan mbah surip
Guyonan, 2009