Rabu, 10 Februari 2010

Kepemimpinan adalah ruh

Prakata
Artikel ini adalah ungkapan sebuah kebersahajaan ilmu belaka, bukan untuk menampilkan sebuah konsep/pemikiran baru. Dan bagi pembaca yang tidak sependapat dengan artikel ini tidak salah baginya, dan kami akan membenarkan pandangan ilmu yang disampaikan tersebut walaupun tidak meski membenarkan pribadi yang menyampaikannya. Tulisan ini membingungkan oleh karena ditulis oleh orang bingung yang menebar kebingungan agar tidak bingung sendirian. Tulisan ini menggambarkan apa yang sudah terang selama ini menjadi gelap dan tambah gelap. Maka bila tidak mau melihat yang gelap dari awal ya berhenti saja di sini, stop…jangan diteruskan. Ini tulisan dibuat agar tidak serius melihat permasalahan dunia ini dan tidak menyepelekan sekecil apapun amanah di tangan kita. Ini tulisan juga ndak minta dianggap benar adanya, tapi hanyalah sebuah upaya untuk memberi sisi renungan belaka. Tulisan ini tidak selalu sejalan dengan akal oleh karena penulisnya lebih banyak pakai mimpinya hati belaka…, so…..akal lagi istirahat khan. Kelakar dalam tulisan ini juga bukan untuk meremehkan sesuatu masalah akan tetapi sebuah pandangan lain ternyata dalam keseriusan itu sendiri ada sisi belum bersungguh-sungguhnya diri. Dan kami akan belajar/berusaha bersungguh-sungguh dalam tulisan ini walaupun sadar sedang mengerjakan sesuatu yang tidak sesungguhnya. Tulisan ini bukan sok nasehati akan tetapi siapa yang tidak mau hidupnya lebih baik melalui sesuatu nasehat yang pahit. Tulisan ini pandangan jarak jauh orang gunung belaka pada subyek orang dataran. Penulisnya adalah orang gunung yang jauh dari dataran sehingga dari ketinggian di gunung terlihat orang-orang dataran itu bak semut saja..meraba-raba….. Tulisan ini tidak juga minta dikomentari oleh karena tulisan ini sendiri sudah komentar. Tulisan ini boleh dikomentari sesuka hati agar bila ada dosa dalam penulisan ini bisa dikoreksi. Tulisan ini tidak bertendensi apa-apa kecuali tendesius. Tulisan ini tidak dalam rangka mencari pujian kecuali ketulusan.
Perspektif orang gunung
Walaupun sebagai orang gunung kami belakangan mengalami suatu keprihatinan yang dalam melihat situasi carut-marutnya tatanan berbangsa dan bernegara di dataran Indonesia saat ini. Rasanya banyak muncul permasalahan yang tidak sebanding dengan kecepatan menyelesaikan masalah.
Kami coba urun rembug dalam analisa dan mempercepat proses perbaikan di lingkungan dataran negeri ini. Kenapa?, karena sehebat apapun potensi sebuah negara hanya sumber daya manusia yang menjadi kuncinya. Ada dua sudut pandang dari sisi manusianya.
Yang pertama dilihat dari sisi yang dipimpin/rakyat/umat. Analisa dari sisi teknis kurang ini dan itu, dari sisi kedisiplinan kurang ini dan itu, dari sisi budaya kerja kurang ini dan itu dan lain-lain. Maka tak akan habis cerita dan analisa kekurangannya apabila dianalisa kekurangannya belaka. Dan mungkin untuk analisa masalah ini dan itu sudah merupakan job tersendiri dalam perspektif orang dataran tersebut.
Yang kedua adalah dari sisi pemimpin. Hal yang paling mudah dilakukan pemimpin saat menjabat adalah melakukan tindakan analisa bahwa yang tidak beres adalah kelompok rakyat/makmum. Itu suatu hal yang paling mudah dilakukan, ditambah konsep ini dan itu maka sudah tergambar nantinya yang akan menjadi kambing hitam kegagalan dirinya sebagai pemimpin adalah lemahnya pekerja/makmumnya. Dan konsep inilah yang saat ini sangat laku dijual di negeri ini. Kenapa?, karena mereka punya ilmu yang sama. Dan inilah eranya pemimpin konsep atau pemimpin kertas atau macan forum atau macan rapat. Bagai anak-anak memerankan diri sebagai panglima perang dalam ‘video-game-perang’.
Pemimpin dalam ruh penghancur
Ditunjuknya seorang pemimpin adalah amanah untuk membenahi kekurangan dari yang dipimpin, bukan menganalisa dan menceritakan belaka trus….menyalahkan dan selesai. Bahwa sudah bukan saatnya lagi para pemimpin selalu melihat bahwa akar permasalahan selalu ada di tingkat makmum. Imam yang baik akan mendapatkan kepercayaan dari makmum dan makmum/rakyat yang baik harus percaya pada pemimpin/imam yang baik pula. Apapun yang dilakukan adalah untuk sebuah tujuan yang lebih baik. Dalam batas saling kontrol dalam suasana masyarakat yang elegan dan egaliter.
Walaupun demikian secara overall kami melihat bahwa lebih banyak kelemahan ada di tingkat kepemimpinan, terutama kapasitas kepemimpinan dalam hal eksekusi di lapangan. Banyak pemimpin dalam mengambil keputusan atau menyampaikan konsep begini dan begitu, akan tetapi disampaikan dalam ekspresi diri yang kurang meyakinkan. Tatapan mata nya ngambang mengkespresikan kurang menjiwai ruh perjuangan yang disampaikan. Pancaran ruh/kejiwaannya kosong melompong, dus ucapannya tak mampu menggetarkan hati/ruh makmum/rakyatnya. Alih-alih mampu menggetarkan hati/ruh rakyatnya….e.e.e….malah balik tergetar oleh ulah rakyatnya, pemimpin opo iki ???. Intonasi suaranya tidak dari sebuah kedalaman diri sehingga akan menguatkan keraguan ekspresi tatapan matanya. Ekspresi ragawinya bak deklamator anak taman kanak-kanak so… nampak lucu dan menggemaskan…….sayang sudah tua bangkotan jadi konyol. Ekspresi pembawaan diri dalam kepemimpinan sehari-hari adalah tidak tenang, suka mengeluh, mulutnya mengecap: ccap..cep…ahhh dll. Dan perlu diingat bahwa aura diri yang dibawakan oleh pemimpin tersebut suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar, mau tidak mau akan memancarkan aura kejiwaannya pada lingkungan sekitarnya.
Kasihan makmum/rakyat nya yang selalu diminta menatap keseharian ekspresi pemimpinnya yang suka melotot, gontok-gontokan, teriak-teriakan, hardik-hardikan, suka ngemop.., akan memancarkan anak panah api ke hati yang melihat/menyaksiakan yang nota bene adalah rakyat. Kasihan rakyat yang sudah banyak didera kesulitan hidup jangan sampai ditambah lagi dengan pancaran api dan gelapnya dirimu pemimpin. Dus keberadaan pemimpin akan menambah kelelahan ruh bagi rakyat belaka.
Kalau ada konsep ini dan itu maka akan secepatnya rame-rame bikin konsep ini dan itu, padahal tidak menjiwai konsep tersebut. Maka apapun yang dilakukakan seperti penuh keraguan, mulut komat-kamit tapi ekspresinya penuh keraguan. Dan keraguan inilah yang akan menjalar. Dan bila dibiarkan akan terus menjadi bola salju yang akan melibas apapun yang ada didepannya.
Silahkan berantem diantara kamu saja , bagi rakyat cukup sudah. Jangan bawa-bawa nama rakyat. Apapun yang engkau tunjukkan kepada kami saat ini cukuplah, cukuplah kelelahan kami ini dari capeknya kami menghadapi perjuangan untuk mempertahan kehidupan kami dan jangan ditambah lagi dari pancaran apimu yang penuh nafsu. Dan jangan libatkan kami…..cukuplah pertunjukan melototnya mata itu dari sinetron/tv anak negeri ini saja, dan itupun sumbernya dari kamu semua para pemimpin. Sadarlah pemimpin NUR dirimulah yang mewarnai ini semua jangan coba…mengelak… Apapun yang engkau buat hanya seolah belaka kecuali engkau dalam rangka menegakkan diri di hadapan sang Khalik-mu. Dan setelah dalam sekian lama kepemimpinannya maka rakyat/makmum/pekerja yang mirip dengan ruh/kejiwaan pemimpin tersebut. Ndak ada yang sadar bahwa hal tersebut adalah konsekuensi belaka dari seorang imam/pemimpin terhadap makmum/rakyatnya.
Maka kami melihat kondisi saat ini tidak lebih dari kekosongan atau menipisnya ruh diri pemimpin. Atau istilah tuanya China adalah aura leadership.
Pemimpin dalam ruh pembangun
Dibutuhkan pemimpin yang tegar, tawakal dan jujur……..bukan pemimpin cengeng, mudah mengeluh, suka curhat, culas dan tidak percaya diri. Ciri-ciri percaya diri adalah tidak suka banyak teori dan omong……..sebuah mimpi maka rakyat/makmum akan mendapatkan pancaran kesejukkan/ketenangan/ketawakalan/kebersahajaan dalam menghadapi perjalanan/perjuangan hidupnya. Keberadaanmu akan selalu memancarkan ruh kasih sayang yang akan menjadi bekal keperkasaan bagi rakyat dalam menghadapi perjuangan dalam kehidupan. Keperksaan akan terpancar dari pemimpin kepada rakyatnya…..Bila pemimpin dalam kesehariannya tidak amanah/mengambil tindakan terhadap ruh penghancur ya dia termasuk golongan pemimpin dalam ruh penghancur.
Ruh dalam memimpin
Kami mengambil contoh penyelesaian masalah dari sisi militer, dengan segala keterbatasan pengetahuan militer kami sebagai orang gunung……
Dari sisi militer seseorang akan nampak mana yang berjiwa seorang komando, dan mana yang berjiwa tipe bukan komando. Sekumpulan jendralpun akan nampak mana yang seorang jendral sejati/komando sejati dan mana yang hanya berpangkat jendral. Lebih tenang, tidak banyak bicara, tidak ada keluh kesah, keberadaanya membawa semangat/ruh juang dan mungkin sudah keluar menjadi jati diri “The Smiling General”.
Jendral akan mengambil tindakan dengan tenang bila ada pelanggaran disiplin sampai mangkirnya seorang prajurit.
Alkisah seorang jendral dan prajurit gagah yang banyak celoteh ngomelin “sang jendral”. Suatu saat mendekatlah jendral pada prajurit tersebut. Saat didepan jendral tsb, sang prajurit dengan mulut komat-kamit : “siap jendral…..siap jendral…….siap jendral….”. Hanya itulah yang mampu dikatakan prajurit ditambah jantungnya gemeretak serta kencing di celana. Itulah gambaran seorang jendral sejati yang menurut kami dibutuhkan oleh militer/negeri ini.
Dibutuhkan banyak jendral sejati dalam segala aspek kehidupan untuk negeri ini. Dibutuhkan ‘blegering” diri pemimpin sebagai manusia biasa yang mampu memancarkan ruh/NUR bagi rakyatnya. itulah kelompok implementer, bukan sekedar konseptor atau designer atau observer atau orator ……Dibutuhkan pemimpin dalam ruh yang mampu memimpin ruh-ruh yang lain di negeri ini… Dan smoga goro-goro yang melelahkan umat saat ini lekas beranjak dari dataran negeri ini…….amin……
Selamat berjuang menuju ruh pemimpinmu
Wassalam
Indramayu, Pebruari 2010
Dari orang gunung
Dalam gelap gua hantu

Sarasehan jin, manusia dan pertapa gua hantu

Alkisah di suatu negeri yang penuh sesak dengan manusia jin dan hantu, terjadilah kekacauan yang sesungguhnya biasa saja walaupun kata penduduk negeri tersebut ruarrrr biasa.
Peradaban perut:
Kisah dimulai dari penduduk strata tertentu yang selalu bilang dalam keadaan lapaaaaaaaar melulu walaupun perutnya penuh sesak oleh makanan. Seiap hari mereka berorientasi bagaimana memenuhi perut yang selalu lapar belaka. Jadilah perut tersebut sebagai komoditas utama dalam perbincangan sehari-hari kehidupan negeri tersebut. Yang heboh adalah perbincangan seputar perut dan barang siapa yang bisa memenuhi perut dengan makanan pilihan maka dijamin akan bahagia, tenang dsb dsb.
Maka berlomba-lomba mereka mempertontonkan hasil perjuangan dan jerih payahnya bagi yg telah berhasil. Apapun itu dimana-mana mereka memperlihatkan perutnya yang buncit dan jalannya yang ekeh-ekeh (kata si orang jawa). Setiap melangkah yang pertama dilihat adalah perutnya yang merupakan lambing kemakmurannya, ya sesekali ya kesandung kerikil lha wong jalanya ketutup oleh buncit perutnya ya mau apa….
Pada saat umur sudah mulai menginjak 40-an mulailah perbincangan itu beralih ke bagaimana mengelola perut yang buncit ini. Mulailah sarasehan, bahwa hari ini telah diketemukan suatu obat yang mampu meluruhkan isi perut. Ada yang minum obat pelangsing bagi yang pas-pasan dan ada yang sampai sedot lemak bagi yang ilmunya tinggi serta didukung oleh kantong yang tebal… Yang jelas semua berlomba menurunkan muatan perut, masih ada joget/tari perut dan jadilah peradaban di kelompok ini yang mempermasalahkan perut dan bagimana mengelola perut. Maka sebut saja telah berkembang peradaban perut di kelompok dalam negeri belingsatan ini.
Peradaban ilmu
Di suatu kelompok masyarakat belingsatan juga terkumpulah persatuan orang yang sopan, santun dan terpelihara serta tertata dalam pergaulan masyarakatnya. Adem ayem kehidupan di situ sambil mereka sesekali mencibir masyarakat kelompok lain dengan mengatakan bahwa mereka bukan manusia yang mengenal peradaban ‘ilmu’. Tutur katanya selalu terpuji, setiap ucapan harus melalui kaidah yang sudah dibakukan dan barang siapa yang melanggar ya tanpa ampun harus rela dikeluarkan dari kelompok masyarakat peradaban ini. Sangat jarang terjadi tapi ya sesekali meski terjadi dan selalu menjadi tontonan menarik dalam jagad pewayangan negeri tersebut. Mereka telah berhasil menciptakan ilmu pasar, siapapun yang mau menguasai pasar ya harus belajar ilmu pasar. Mereka menguasai ilmu manajemen dan barang siapa yang mau jadi manejer ya harus menguasai ilmu manejemen. Mereka mengusai ilmu perang, sihir, kecantikan, kebudayaan, dan segala ilmu dunia dikuasai dan hasilnya memang luar biasa. Maka mereka berlomba-lomba menguasai ilmu dunia karena ingin menguasai dunia.
Karena persaingan yang begitu ketat dalam rangka menguasai dunia maka terjadilah peperangan jagad perwayangan dunia yang nampak rumit dan sengit serta licik yang penting bisa menguasai dunia pewayangannya. Dan setelah mereka menguasai dunianya maka mulailah perang ke dunia lain, pakai istilah mereka: diversifikasi-lah. Keberhasilan sebuah strategi yang telah diterapkan selama ini digodok dan dipoles sana-sini untuk menghadapi lawan-lawan periode berikutnya. Dan satu persatu rontoklah pasukannya oleh karena lawan telah merubah strategi dan penyakit pahlawan atau orang sukses pasti memakai strategi yang sama untuk mengulang kesuksesannya. Ndak salah lah memang selama ini telah terhasil dengan gilang gemilang. Di saat menghadapi kekalutan situasi tata Negara yang kacau akan kalah perang datanglah tamu penguasa yang tak diundang yaitu yang namanya sakit. Dan saudara dekat sakit itu adalah mati. Habislah kekuatan yang selama ini dibanggakan pada saat itu. Apa daya runtuhlah secara perlahan dan pasti sang raja mulai ditinggal mati para prajurit yang kalah perang dan gemetar hatinya menghadapi sakit dan saudara dekatnya. Akhirnya si penguasa mati oleh ketakutan karena sakit. Dan pada saat itulah saudara dan anaknya pada takut datang oleh karena takut ketularan penyakitnya atau kena pancaran aura kematian yang akan mematikan kerajaanya. Jadi bergidik ya…………
Peradaban gelap/bingung
Alkisah pada saat itu telah padam nur jatidiri manusia di muka bumi, sesuatu yang nampak terang benderang malahSetiap hari selalu datang dalam keadaan yang siap memberantas bingung dan saat yang sama menebar bingung. Ucapannya meyakinkan untuk membawa manusia keluar dari kebingungan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya pancaran auranya malah menambah kebingungan yang dinasehati.Gamblang terpancar dari sekujur tubuhnya memancarkan kebingungan yang nyata. Anginya kecil tapi dibesar-besarkan, malah ndak punya angin kecuali saat kentut. Apinya kecil kebat-kebit mau mati tapi disembur-semburkan agar nampak nggegirisi, padahal jadi lucu. Air juga ndak punya maka waktu menyemburkan api kepanasan sendiri makanya jadi konyol. Tanah di bumi luas tersedia tapi ndak dipakai untuk menapakkan kakinya. Ya akhirnya kepontang panting oleh angin puting susu belaka……. Semakin tajam ucapannya dan semangatnya malah menunjukkan semakin menunjukkan kehampaan belaka. Dengan menyebut menurut ini dan itu bukankah menunjukkan tidak tahunya dirijatinya.Dan kalaulah dipikir-pikir malah membagi-bagikan dan menebar kebingungan dalam dirinya.
Padepokan pertapa gua hantu
Pada saat jin datang ke pertapa gua hantu, pertapa kaget juga karena selama ini tidak belajar ilmu jin atau sebangsa yang tidak nampaklah kecuali melihat tayangan ‘penampakan’ di tv Indonesia saja. Pertanyaan yang diajukan jin adalah : pertapa, negeri kami ini lagi banyak dikunjungi manusia yang banyak nanya ini dan itu, minta nasehat dan serta bimbingan, lebih parah lagi bangsa kami ini seperti di jadikan pemimpin bagi manusia?? Semestinya aku ini mencari imam pada manusia dan aku suka iri manusia itu punya jazad kasar itu. Lah kok aneh mereka pada berguru pada bangsa kami jin….Sebetulnya ini lagi ada apa pertapa negeri manusia-mu itu pertapa?? Lha kok kowe juga bertapa di gua hantu itu bagaimana ceritane??
Ehhh ehh jin aku jawab aku bertapa di gua hantu itu untuk melihat ilmunya hantu juga , dan kenapa kok manusia sekarang pada takut pada yang namanya hantu. Padahal semestinya yang takut adalah hantunya pada manusia itulah yang meski aku selidiki sehingga aku meski masuk ke gua hantu itu. Ada dua kemungkinan, yang pertama hantunya tambah ilmunya semakin tinggi atau perguruan ilmu hantu sudah sedemikian pesatnya dan manusia tertinggal dalam hal takut menakuti. Yang kedua adalah manusia turun ilmunya atau kehilangan ilmu manusianya yang meski tetap dipegang teguh dsb dsb. Ahhh hasil selama investigasi masuk ke gua hantu kesimpulan akhirnya adalah manusia telah meninggalkan ilmu manusianya yang merupakan jatidiri manusia yaitu manusia sebagai makhluk halus dalam ruhaninya dan manusia sebagai makhluk kasar dalam ragawinya. Yang satu menekuni ruhaninya belaka yang kebablasan terus akhirnya ketemu ilmunya jin karena melupakan ragawine. Yang lain menekuni ilmu ragawine belaka dan berakhir dalam hedonisme (kata orang beradab) bahwa sesuatu hanya dilihat dari raga kasar belaka. Ilmu olah tubuh belaka. Atau ilmu olah jiwa belaka. Kedua-duanya pada keblinger lan bingung yang ndak karuan ujung pangkalnya.
Para penuntut ilmu dari pertapa gua hantu, manusia itu jatidirinya ya wujudnya yang kasar sekaligus rukhaninya yang halus. Setiap sesuatu apapun yang akan dilakukan ya meski dalam rangka memegang amanah keduanya, ambil soal makan apakah ini bermanfaat dan dibutuhkan untuk badan atau sekedar untuk memenuhi keinginan belaka. Waktu makan makanan yang sehat sekalipun bila cara mendapatkan dari cara yang ndak halal maka tergetarlah hatinya saat suap demi suap makanan masuk ke dalam mulutnya. Jadilah yang pasti penyakit. Ya dunia ya akhirat begitulah kata pak ustadnya.
Suatu saat pertapa ditelpon oleh seorang pejuang wanita: aku ini dan anak-anak sudah kasih tahu ke suami bahwa tidak mau dibawakan atau diberikan oleh-oleh atau apalah yang dari sesuatu yang meragukan apalagi yang haram. Tapi sang suami bilang tenanglah istri bahwa ‘abang’ bisa dan ndak apa-apa wong Cuma gitu aja kok …. Abang bisa bawain yang lebih dari ini… dan saya marah pertapa ke suami ndak…ndak… ndak ini barang haram saya ndak mau dan ndak minta. Walaupun karena kasihan akhirnya aku pakai juga baju dan oleh-oleh yang lain untuk anak-anak. Pertapa kenapa ini meski terjadi dan saya dapat suami seperti dia.
Pertapa mulai bicara: memang mulutmu tidak sedikitpun minta tapi setiap hari setiap saat kamu selalu memancarkan keinginan (eksplisit) dengan ngajak jalan-jalan suami ke baju-baju mahal yang itu bukan kapasitas suamimu. Kamu selalu bilang ini bagus dan itu indah tapi kamu selalu bilang cukup melihat saja. Pancaranmu lebih tajam daripada pisau mata belati di ulu hati suamimu, dan itulah yang setiap hari mengiris-iris suamimu……. Maka kamupun terhukum dalam kemunafikan???? Maka diamlah juga hatimu dalam tawakal…………..
Pada kesimpulan akhirnya lihatlah bahwa yang mempengaruhi manusia adalah pada apa yang dipancarkan oleh hatinya bukan apa yang diucapkan. Dan itu semua merupakan hasil perjuangan simultan manusia utuh lahir/jazad dan batin/ruhnya. Sampai disini tidak ada yang mampu menipu lagi, karena wujud/realita yang berbicara dan mulut akan sibuk membela diri belaka. Itulah maka pertapa mengajak kerabat semua ndak usah banyak gembar-gembor dengan mulut atau umbaran nafsu belaka mulailah belajar diam……
Yang menentukan akhir manusia adalah pada apa yang dipancarkan oleh hatinya……..jadilah nur dalam dirimu sendiri
Apakah yang engkau ekspresikan itu merupakan nur dirimu belaka maka engkau akan hemat bicara, kebalikannya bila engkau suka menceritakan yang engkau tahu maka itu seolah belaka alias pertanda gelapnya diri.