Senin, 28 Desember 2009

Harapan & Petani

Secercah harapan petaniku

Saat subuh telah tiba tak lama secercah sinar muncul dari timur
Yang membawa harapan akan ada dunia baru
Mimpi telah sirna meninggalkan rasa penasaran
Akankah jadi kenyataan
Aku ingin buktikan bahwa semalam bukan mimpi
Aku ingin buktikan bahwa semalam tanda kenyataan akan tiba
Kubersihkan ragaku sisa keringat semalam
Kubuka mata telah terhampar negeri terkaya di muka bumi
Begitulah aku bangun setiap pagi
Harapan menyongsong seiring tingginya matahari
Kuinjakkan kakiku melangkah dari beranda teras rumah
Setiap langkahku adalah seribu harap yang akan aku dapat
Tangan mulai bekerja sementara jiwaku tetap terjaga
Setiap gerak tanganku akan menghasilkan segenggam butiran emas
Setiap ayunan kakiku akan menghasilkan tanah harapan selebar langkahku
Sejauh aku memandang hanya terlihat lautan mutiara
Matahari telah tinggi
Terlalu panas untuk didekati
Terlalu dingin untuk dijauhi
Engkau dekati aku sesiang saja
Engkau jauhi aku semalam saja
Walau kadang siangku kurang panjang
Walau kadang malammu terasa mencekam
Tetapi aku tetap harap bersamamu
Dalam setiap kali menghembus dan menghela nafas
Sekali hembusan nafasku telah membawaku ke cakrawala
Terbang bersama angin menggapai awan
Bercengkerama bersama burung ceria
Menggapai janji bersama merpati
Sekali menghela nafas terhempas aku kebumi
Bersama hujan
Bersama badai
Yang membuat aku tegar
Di kedinginan hujan dalam terpaan angin
Di ssiang yang temaram oleh hujan
Aku tak hiraukan
Seolah aku dalam belaian kasih sayang
Yang membisik pelan , aku selalu bersamamu matahariku
Aku hampiri cangkul garuk
Aku belai kasih bumi yang empuk
Aku tanam rerumputan
Aku tanam pepohonan
Aku tanam yang kumakan
Aku tanam walau hanya kupandang di taman
Aku sentuhkan tangan jiwaku
Hingga diapun dengan riang selalu menungguku setiap hari
Bila tak datang aku titipkan pada burung kumbang dan kupu
Hari-hari menunggu hingga tiba waktu
Aku tunai hasil keringat bersama
Aku petik bunga buah hati
Tidak peduli sekelilingku mulai menggeliat
Walau peluh telah mengucur membasuh bumi
Juga pengap penat dahaga dan bau tubuh tak sedap
Kepersembahkan untuk isteri sanak famili handai taulan
Aku lihat ceria mereka menikmati
Hingga aku lupa semua derita yang kudapat
Pesta kecil telah berlalu di keluargaku
Bukan dongeng dari negeri karangan
Malam telah larut mata mulai terpejam
Jiwaku melanglang buana
Diantara bintang
Dikesunyian malam
Aku pulas dalam pelukan sang bulan
Diiringi selalu nyanyian rindu
Aku tetap bersama bulan
Semoga sampai di keabadian waktu
Pertapa gua hantu, th 2000

Manusia dan Jati

Perjalanan itu jauhnya hingga tak terukur dalam jarak
Lamanya tak terhitung dalam waktu
Dekatnya tak tersentuh oleh rabaan
Sesampainyapun tak berjumpa
Ceritanyapun tak bergambar
Keindahannya tak terpandang indera dan tak terperikan dalam cerita.
Tak ada warna tak ada rupa
Tak sesuatupun kecuali semuanya sesuatu.
Yang ada hanya cerita awal dan akhir saja
Duhai bayi,
Diawali turun ke bumi dengan raga yang terbungkus oleh jiwa suci
Berselimut sutra surgawi
Berbantalkan permadani surga
Telah meninggalkan lembutnya belaian kasih dan sayang jiwa ibumu
Dengan mata malu-malu, ragu, sesal melihat dunia.
Maka tangislah yang pertama dilantunkannya untuk dunia
Akan tetapi disambutnya dengan riang oleh manusia yang berbalut nafsu.
Wahai manusia
Tidakkah engkau tegarkan jiwanya yang ragu dan sesal dalam menatap dunia
Kenapa engkau malah tertawa
Apakah tanda engkau telah mendapat kawan untuk bersama.
Duhai manusia
Engkau telah salah dalam menyambut bersihnya raga yang terbungkus oleh jiwa suci.
Setiap tangisnya adalah penyesalan kenapa meski aku terlahir ke dunia
Karena aku tahu tak akan mampu menantang dunia bersamamu, bisiknya
Bilakah menjumpai tangisnya hentilah semua nafsumu
Tegakah engkau menimangnya dalam buaian nafsu yang membelenggu ragamu.
Selimutkan jiwamu untuk membawa dia di dalam tegar dunia
Sebagai pelipur lara, akupun tak hendak lahir ke dunia ini bayiku
Akupun tak kuasa menjawab tanyamu
Kenapa aku mesti lahir ke dunia
Duhai manusia
Bila dirimu tidak mengertinya
Maka sebuah tanda bagimu
Akan mengakhiri dunia ini dalam jiwa nestapa duka lara dosa sesal derita
Dalam belenggu serpihan selimut nafsu belaka
Duhai bayi
Malam demi malam engkau lalui sendirian
Tanpa seorangpun berusaha mengerti jiwamu
Tidak saudara dan handai taulanmu
Tidak juga yang melahirkanmu
Engkau lahir langsung merasakan pahitnya dunia
Tanpa bimbingan jiwamu kecuali ragamu yang diperhatikan
Bila engkau menangis hanya dilihatnya botol susu sapimu telah habis
Dan kalaulah masih ada maka dikiranya engkau terganggu tidurmu
Dihentikanlah sementara kegaduhan sampai engkau terbiasa menerima seperti mereka
Bila engkau bangun malam dikiranya engkau kencing tanda popok minta digantinya
Bila mampu popokmu dibikinkan pabrik untuk seharian
Tidak tahu kesepian jiwamu yang sendirian
Tidak pula sebagai pertanda untuk menemani jiwamu
Bila engkau diam dikiranya engkau tidak respon keadaan
Dicarikanlah dokter ahli agar engkau banyak ulah ragawi belaka
Diberinya engkau minuman susu sapi agar gagah berani ragawimu nanti
Tak peduli engkau nanti akan jadi dungu keadaan
Asal bukan susu kuda liar yang membuat ayahmu jadi binal
Bilakah engkau rewel hanya dikiranya ada sesajian yang kurang
Dicarinya semua penjuru kampung tabib dan segala penjuru kota dokter yang mengerti
Maka engkau diberi mantera sang tabib untuk mengusir setan yang tak akan pernah bisa menjauhimu
Dan didatangkannya obat oleh dokter untuk membungkam perangaimu yang tidak menidurkan semalam
Duhai kanak,
Ragamu engkau peliharakan dalam ceria lucu jenaka
Jiwamu yang indah sebagai terlihat dalam lakumu dalam tawamu dalam bicaramu dalam senyummu dalam tidurmu
Yang membuatmu indah dalam setiap jiwa yang memandangmu yang memeliharakanmu
Bukankah kecilnya Musa dan musa mampu melengahkan Fir’aun dan fir’aun yang berkuasa dalam balutan nafsu belaka
Sebaliknya engkau bagai secepat mata memejam dalam memberi tanda tak suka bila yang melihatmu yang memeliharakanmu tidak berada dalam jiwa kasihmu.
Duhai manusia,
Engkau buat dirimu merasa banyak ilmu engkau buat dirimu indah engkau buat dirimu jenaka engkau buat dirimu bijak engkau buat dirimu berperangai
Tetapi kenapa hanya untuk menutupi jiwamu yang telah tercabik oleh nafsumu
Tidakkah engkau lihat dalam indahnya pakaianmu itu hanya untuk menutup sisi jiwa burukmu
Tidakkah engkau lihat ragamu yang cedik pandai hanya untuk menutup sisi jiwamu yang licik dan dungu
Matamu yang melihat tajam tidak membantu mata jiwamu yang mulai rabun bahkan buta
Pendengaran tajammu malah melupakan rintihan jiwamu yang sekarat
Bahkan jiwamu telah mati pada saat engkau mulai merasakan hidupnya dunia
Hari-hari tersisa hanya untuk mendengar rintihan raga dalam balutan jiwamu yang telah sekarat
Engkau hanya hidup dari sisa nafsumu
Maka engkau menciptakan neraka bagi dirimu
Engkau pikir hanya ragamu yang ada
Engkau ikuti kehendak nafsu raga untuk membunuh jiwa
Jiwamu engkau tinggal untuk panggilan nafsu ragawi
Engkau pikir semua akan selesai dengan ragamu yang gagah
Bagaimana dengan jiwamu yang merintih kepedihan
Semakin engkau merasa berada dalam kecukupan ragamu semakin engkau berada jauh dari kecukupan jiwamu
Semakin engkau merasa berada dalam kekuasaan semakin jiwamu tak ada kuasa atas ragamu
Duhai manusia
Tidakkah engkau lihat jiwamu yang telah mati terbakar oleh nafsumu
Hari kematian jiwamu telah datang walau belum hari kematian ragamu
Walaupun jiwamu tetap akan setia menunggu sampai waktu
Tidakkah engkau lihat jiwamu merintih didalam senang ragamu
Tidakkah engkau lihat kesetiaan jiwamu, di dalam senang dan susahmu
Bukankah itu menunjukkah kuasa Yang Maha Pengasih dan Penyayang belaka
Ingat jiwamu
Jiwamu akan selalu hidup dalam tidurmu
Yang masih tegar di saat sakit ragamu
Walau engkau menyakiti jiwamu saat sehat ragamu
Tidakkah engkau lihat jiwamu selalu memberi hidup dalam sekarat ragamu
Hari hari engkau selalu lupakan jiwamu
Bilakah hanya ingat hingga datang kematian ragamu untuk menjemput keabadian jiwamu
Bila engkau telah meninggalkan raga yang fana
Maka jiwamu akan hidup terus dalam kekal dan sesal
Dan bilalah engkau mengerti cerita ini mesti engkau akan bertanya
Ada apa dengan diriku
Kemana aku meski menghindar
Kemana aku meski menuntut ilmu
Haruskah kucari sampai ujung bumi
Untuk tahu sampai ketemu ilmu
Engkau mesti tidak mengejarnya untuk memenuhi nafsu belaka
Dan tak juga diam menunggu seperti si dungu
Oleh karena jalan menuntut ilmu itu termasuk ilmu
Dan bagi engkau manusia yang merasa berilmu
Sesungguhnya tiada berilmu
Dan bagi yang merasa sang guru
Sesungguhnya engkau bukan guru
Dan tidaklah setiap ilmu yang engkau berikan akan bermanfaat
Oleh karena hauspun tidak harus minum bagi ilmu
Airpun tidak harus bagi yang kehausan
Tetapi berikan air bagi kehidupan
Dan ilmu bagi engkau yang mencari ilmu
Dan bagi yang mencari ilmu
Lepaskan semua pakianmu
Lihatlah jiwamu yang tanpa busana
Walau pincang kakimu sebelah
Walau bopeng bekas luka
Walau tercoreng cacat muka
Meski engkau berusaha menutup pandang
Tak ada sempurna mata jiwamu menatap
Selama jiwamu seperti terlihat dalam pandanganmu
Tetapi kenapa musti engkau hina diri
Bagaimana mesti menambal luka bila semua engkau tutup dalam pertunjukan sempurnanya raga yang perkasa
Walau aku tahu jiwa pincang sebagai terlihat gontai dalam hidupmu
Bagaimana mesti memandikan jiwamu yang kau tutupi walau jiwamu berdebu penuh lumpur berbau
Air suci mesti tahu diri tak akan menyentuh jiwa yang berbungkus nafsu
Bagaimana hendak menjahit pakaian surgawi untuk jiwamu meski mandipun tak mau
Dan bagi yang mencari ilmu
Sudahlah engkau lihat utuh jiwamu
Hingga engkau tahu cacat semua
Itulah jiwa diri sejati
Yang mesti engkau terima
Walau engkau tak menyukainya
Itulah jiwa yang membungkus ragamu
Biarlah tanpa busana supaya engkau mudah merawatnya bagai bayi
Mandikanlah agar engkau tak berbau
Walau kulitmu sudah setebal lembu
Hingga susah memandikan
Walau belum ada pakaian
Berikanlah kesempatan jiwamu untuk hidup
Walau akan terasing dari dunia
Hingga engkau serasa bayi lahir kembali
Serasa tidak berilmu, tak berbusana
walau penuh lumpur nafsu dan dosa
Itulah awal sikap berilmu
Dan bergurulah pada sang guru sejati
Yang merasa tidak tahu dan yang tidak merasa tahu
Yang tidak menunjukkan ilmu itu tinggi atau rendah
Yang tidak menyalahkan pada yang menyalahkan
Yang tidak pula membenarkan pada yang membenarkan
Yang merasa tak berilmu dan tidak merasa berilmu
Yang merasa tidak menggurui dan tidak merasa menggurui
Dan tidak pernah menyalahkan bila salah
Dan tidak pernah membenarkan bila benar
Yang tidak pernah mencari pengikut
Yang tidak merasa pintar
Yang tidak merasa bodoh
Yang selalu kasih
Yang tidak pula pilih kasih
Tidak pernah menunjukkan satu-satunya jalan kebenaran
Tidak pernah menyalahkan jalan-jalan yang salah
Tidak pernah pula membenarkan jalan yang dibenarkan
Yang tidak pernah menunjukkan awal perjalanan
Yang tidak pernah menunjukkan akhir perjalanan
Yang hanya menerima bahwa semua itu jalan
Tidak pernah banyak berkata
Tidak pernah banyak bicara
Tidak pernah berdusta
Yang juga memaklumimu
Walau tahu kesalahanmu
Yang tidak juga mendukungmu
Walau tahu kebenaranmu
Walau seolah sang guru diam
Bila sampai waktu bagi sang guru
Didatangkan terkadang kejam dan keras kehidupan
Bagi jiwamu agar tegar dalam hidupmu
Bukankah itu tanda kasih dan sayang
Yang selalu kasih pada jiwamu
Walau tak terlihat pada ragamu
Yang diam melihat perbuatanmu
Dimana ilmu bisa ketemu
Tak ada tempat untuk mencari
Tak ada waktu untuk menunggu
Jangan sampai sadar terlambat waktu
Sampai datang keabadian menjemputmu
Walau benar bersama sang guru adanya
Ternyata engkau sudah tinggalkan dunia
Yang bila mendapatkan maka tidak merasa mendapatkan
Dan bila merasa mendapatkan maka tak mendapatkan
Dimana saat engkau baru hidup dalam balutan jiwa
Yang berselimut sutra surgawi
Yang siap kapan saja kembali
Pada tempat semuanya bermula dan semuanya berakhir

Pertapa gua hantu, th 2000

Senin, 21 Desember 2009

Madu jati menjual madu

Kami Juga menjual Madu Asli yang apabila pembaca ingin membeli , kami dapat mengirimkannya,namun sementara masih terbatas pada wilayah Jawa barat & Jakarta.
Dapat kontak kami via E-mail : madujati065@gmail.com

Madu dan Kuantum

Kuantum dan peradaban .


Dalam pendidikan pada umumnya kita diajarkan untuk menilai suatu benda dengan sebuah tolok ukur yang bisa dipertanggungjawabkan, begitulah kata peradaban saat ini mengajarkan kita dalam keseharian hidup di muka bumi ini.

Bagaimana kualitasnya?

Berapa kuantitasnya? (baca jumlahnya)

Bahwa kita dihadapkan pada dunia kebendaan atau yang dibendakan yang harus bisa diukur dalam relatifitas kualitas dan kuantitas belaka?

Salahkah pola deskipsi (menggambarkan) yang demikian?

Rasanya ndak juga

Akan tetapi apakah sudah benar?

Rasanya tidak perlu dibenarkan karena belum tentu mampu mewakili nilai sebuah benda atau yang dibendakan tadi

Cukupkah metode penilaian kualitas dan kuantitas tadi mewakili nilai kebendaan????

Rasanya tidak akan pernah cukup, kesadaran akan apa kekurangan yang telah kita lakukan lebih bernilai daripada kebenaran nilai itu sendiri

Intan dan karbon

Intan dan karbon (arang) adalah sebuah benda yang tersusun dari unsur sama yaitu: karbon…………. terus apa yang bisa membedakan intan dan karbon????????

Intan adalah susunan karbon yang telah berproses sedemikian rupa di alam semesta dalam ruang dan waktu (perlu jutaan tahun??) yang tidak akan dapat ditiru dengan rekayasa belaka.

Andaikan untuk meningkatkan kualitas intan tadi dibakar apa yang terjadi???

Sia2lah proses yang telah dilakukan oleh alam tadi

Yang mampu memberi nilai intan hanya orang yang telah kuantum dengan ruhnya intan

Setali tiga uang bila menilai mutiara , emas dan logam mulia dsb

Madu dan gula

Madu adalah suatu proses alam sedemikian rupa didapatkanlah madu dengan beragam kuantum

Andaikan untuk meningkatkan kualitas madu tadi dipanaskan apa yang terjadi???

Sia2lah proses yang telah dilakukan oleh alam tadi dalam menghasilkan sebuah kuantum madu??

Cukupkah nilai dari sebuah madu hanya dihitung pendekatan dari kuantitas dan kualitas gula madu belaka????

Dari dua contoh di atas menjelaskan bahwa semua proses alam adalah suatu proses kuantum yang pasti tidak bisa ditiru oleh proses rekayasa melalui penilaian dengan metode pendekatan kualitas dan kuantitas

Ingat bahwa reaksi alam (kuantum) berlangsung pada kondisi lingkungan sedangkan proses rekayasa berlangsung dalam kondisi rekayasa

Kuantum dalam diri manusia

Siapa yang sangka bahwa anggur yang telah disimpan puluhan tahun di gudang bawah tanah ternyata menghasilkan kuantum dalama citarasa yang tidak akan bisa didapatkan dengan rekayasa menembus kuantum waktu lampau

Inilah contoh kecerdasan manusia telah sampai pada pola alam dalam kuantum

Nah sekarang tinggal giliran pada manusianya sendiri apakah bisa memproses diri dengan rekayasa segala teori dunia, manejemen, leadership, segala teori di muka bumi sehingga bisa menghasilkan manusia superhero??? Dalam waktu sesingkat proses rekayasa (baca pelatihan, outbond dsb dsb)

Apakah fungsi waktu yang telah dilalui oleh manusia dan para pendahulunya akan dilupakan??? Apakah kematangan dalam diri manusia dengan mudah didapat melalui prses rekayasa belaka

Bila dijawab ya…mungkin inilah awal petaka akan datang bagi manusia

So seolah manusia akan semakin maju dan merasa paling maju dalam sejarah peradaban manusia akan tetapi pada kenyataannya????? Dijawab sendiri saja daripada diprotes lebih baik untuk bahan renungan belaka

Sudah jamak dalam keseharian bahwa kita sendiri tidak menghargai kuantum yang telah dilalui dengan tuanya kita dan dewasanya kita dengan cara suka menyanjung generasi muda seolah harapan dan akan lebih hebat dari generasi tua???? Anakku hebat, bapak dulu ndak sekolah. Kamu nak lebih hebat dari bapak dan ibu. Wah anak sekarang hebat2 pada gelar s1…s2…s3 masih muda2 lagi

Apa karyanya?????? beri mereka kesempatan untuk berkarya dan biarkan karyanya berbicara

Silahkan memberi semangat akan tetapi jauhkan dari sanjungan

Kuantum dalam diri manusia tidak pernah disadari dan dihayati sehingga seolah dunia baru akan lebih baik dengan munculnya generasi baru

Datangnya generasi baru yang tidak dilandasi oleh kuantum yang telah dicapai oleh generasi sebelumnya bagai membangun istana pasir belaka

Transfer nilai2 spirit dari generasi tua ke generasi muda tidak pernah dibakukan dan dianggap generasi muda mampu mencari dan mendapatkan kuantum yang telah dilalui oleh generasi tuanya.

Akan sangat disayangkan orangtuanya mampu mencapai tahap kuantum tertentu eh anaknya dibiarkan liar masuk belantara dunia tanpa pengarahan dan bimbingan

Itulah awal petaka

Apakah kematangan seseorang dapat diperoleh dengan cara instant penuh rekayasa????

Apakah berjalannya umur dengan bergam pengalaman hidup itu juga sesuatu yang tidak bisa dilalui dengan sebuah rekayasa pelatihan manajemen.

Dalam Islam manusia yang bernama Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi Nabi pada umur 25 tahun dan selanjutnya pada umur 40 tahun baru diangkat menjadi Rasul.

Itulah gambaran bahwa manusia yang sempurna dalam islam melalui tahapan yang tidak instant.

Bagaimana manusia sekarang

Kami hanya mengajak merenung bukan dalam rekayasa penampilan nampak cerdas

Bila masih ada yang berpretensi nampak cerdas adanya anda memang cerdas dan kalaulah demikian adanya yang memangnya mau diapakan to

Tulisan ini mungkin sulit dimengerti tapi ya ndak apalah

Akan muncul pretensi yang beragam …sok filosofis… sok agamis…sok elegan sok cerdas …sok-sok-an …. ya ndak apa2lah namanya juga manusia ya silahkan saja ndak usah takut menilai dan dinilai……..

Akan muncul kontroversi ya begitulah peradaban

Apa perlu ditanggapi? ya diterima saja ..ndak perlu disalahkan…apalagi dibenarkan adanya ……. lebih baik nanggapi lagunya mbah Surip………sambil diingat keelegan mbah Surip yang jauh dari rekayasa amin……..

Tak gendong kemana mana……..

Enak to dari pada bengong melompong lebih baik makan lontong sambel terooooooooooooong!!!!!!........ haaaaaa haaaa

Selamat jalan mbah surip

Guyonan, 2009